Rabu, 18 Januari 2012

Surat Cinta Untuk Langit

Selamat sore, langit..

Haii, langit..

Bolehkah kau ku ajak bercerita? Kau harus mau. Harus. Karena tanpa kau menyetujui, aku akan tetap bercerita.

Apakah kau tahu apa yang akan aku ceritakan? Aku rasa kamu tahu. Ya, kamu tahu, kamu pasti tahu. Walaupun kamu tahu, aku akan tetap bercerita.

---

Beberapa bulan kemarin, aku melihat segadis kecil bermain-main di pinggir pantai, ketika itu hujan, dia sendiri.

Di pinggir pantai dia berjalan, bernyanyi, berbicara, tertawa, tersenyum, tetapi kemudian dia menangis. Dia menangis hanya dengan tiba-tiba sejadi-jadinya. Di dalam hujan, dalam sendiri.

---

Hujan seperti menemaninya menangis.
Air matanya dan air mata hujan berpadu mengaku menyatu.
Mereka seperti sepasang kekasih yang saling berpeluk karena menahan saling merindu.

---

Apakah mereka memang sepasang kekasih, langit?
Ataukah mereka memang saling merindu?
Aku tak tahu.

Karena rindu selalu terperangkap oleh keterbatasan atas batas yang tak mampu memantulkan nyata pada mata. Sementara nyatamu, selalu tampak nyata pada mataku.

---

Air mata hujan menetas di hatinya.
Dan air matanya menetes di pantai.
Kemudian dia pulang.
Hatinya dan pantai berselimut basah karena bekas deras hujan

---

Kamulah gadis kecil itu.
Kamulah hujan itu.
Kamulah hati gadis kecil itu, kamulah pantai itu.

Dan langit itu, adalah kamu.
Kamulah langit itu.

Terimakasih,

Selamat sore, langit.

:)

0 comments:

Posting Komentar