Sabtu, 21 Januari 2012

Maha Karya

Selamat sore, Maha Karya.

Bagaimanakah kabarmu, hai Maha Karya yang dicipta Sang Kuasa?
Kau telah berhasil membuatku hancur dalam semilyar kepingan karena melihat senyummu dalam tenang.

Gadis kecil berseragam putih merah itu menyalami tanganmu, kau pun tersenyum ramah dan merelakan tangan itu tercium oleh si mungil itu dalam sejuk yang dipayungi matahari.

Ketika itu, kau membuatku tersadar bahwa aku dan keluhku seharusnya tak pantas menerima sebuah catatan takdir untuk kemudian oleh alam dibacakan di bumi yang kau pijak ini.

Aku serasa menjadi patung bodoh atau mungkin mayat hidup. Tubuhku tak sanggup bergerak, kaku kemudian menghancur karena dihujam hebatnya adegan yang kau perankan dalam tenang itu.

Setelah cukup lama berdiri, aku seperti menerima pesan yang terkirim dari sekotak ranjang yang berpenyangga di lehermu yang tegar itu. Pesan yang terkirim melalui senyummu itu tertulis,

"Kadang, keanggunan kulit yang telah lusuh mengeriput direlakan menghadang matahari, berpanas-panasan menikmati debu jalanan. Itulah yang Ia persembahkan kepada alam agar kendaraan umum hendak mengantarkan anaknya menuju bangku sekolah"

Terimakasih, karena darimu oleh sekotak ranjang itu terkirim pesan berharga untukku. Aku ingin mengatakan padamu bahwa Kau adalah Maha Karya yang dicipta oleh Sang Kuasa.

Selamat sore, Maha Karya.

0 comments:

Posting Komentar